Libur telah tiba…..
Libur telah tiba…..
Hatiku gembira….
Keriangan hati Tasya Kamila sewaktu menyanyikan lagu itu
sepertinya mewakili keceriaan kami saat ini. Betapa tidak, setelah sekian lama
melakukan rutinitas yang sama hampir setiap hari. Kini saatnya kami melepas
semua kepenatan yang melanda. Selasa, 24
Juni 2014 menjadi moment yang sangat ditunggu. Hari itu Bimbingan Belajar Nurul
Fikri mengadakan Rihlah ke Ciwidey yang diharapkan bisa menguatkan ukhuwah.
Hawa dingin yang menyeruak kota Bandung pagi itu tidak
menyurutkan semangat peserta Rihlah untuk mengarungi perjalanan ke Ciwidey.
Para peserta yang terdiri dari pengajar Fulltime dan keluarga, pengajar
Freelance dan keluarga, Staff administrasi, Petugas Kebersihan memiliki hati
yang sama: Gembira!!.
Berangkat pukul 07.00 menggunakan bus terasa sangat
menyenangkan. Perjalanan yang tidak begitu macet semakin menambah keriangan
para peserta. Untuk mengusir kejenuhan selama perjalanan, di dalam bus diadakan
berbagai macam games yang banyak mengundang gelak tawa.
Bau khas embun pagi, kebun tehh, dan kebun strawberry cukup
menggoda hati kita untuk segera sampai dilokasi Rihlah. Tepat pukul 09.00, Bus
akhirnya sampai juga di Lokasi tujuan pertama, Situ patenggang. Sebuah danau
yang indah yang memiliki banyak mitos dan legenda.Hamparan air yang tenang dan
sesekali menari nari diterpa angin merupakan pemandangan mata yang luar biasa.
Sesekali perahu perahu kecil yang membawa para pengunjung Situ Patenggang
membuyarkan lamunan kita. Lamunan yang membawa kita mensyukuri semua ciptaan
Tuhan yang begitu indah.
Situ Patenggang berawal dari sebuah legenda dan mitos, nama Situ Patenggang Ciwidey menurut cerita yang beredar
berasal dari bahasa Sunda "Pateangan-teangan" yang dalam bahasa
Indonesia artinya "saling mencari". Singkat cerita konon legenda ini
mengisahkan tentang 2 sepasang kekasih antara seorang prabu yang bernama Ki
Santang dan putri titisan dewi yang bernama Rengganis. Mereka terpisah begitu
sangat lama, namun rasa cinta yang begitu mendalam antara keduanya, akhirnya
mereka memutuskan untuk saling mencari. Pada suatu hari, akhirnya mereka di
pertemukan sekitar danau tepatnya diantara sebuah batu. Sampai saat ini, batu
tersebut dikenal dengan nama "Batu Cinta". Sang dewi, kemudian
meminta sang prabu untuk dibuatkan sebuah pulau diantara danau tersebut.
Sekarang, pulau ini dinamakan Pulau Asmara atau Pulau Sasuka.
Untuk mengobati rasa penasaran seperti apa Batu Cinta yang
tersohor itu, maka kami beramai ramai menggunakan perahu kayu mengarungi danau Situ Patenggang. Rasa lelah sepertinya tidak tampak
dari kami. Kira kira 10 menit berlayar kecil menggunakan perahu,sampailah kita
di Batu Cinta yang legenda itu. Hanya sebuah batu. Ukurannya juga tidak terlalu
besar. Dinding dinding batunya banyak tertulis nama nama pengunjung batu Cinta
ini. Konon jika menulis namanya disini ,maka hubungan asmara akan langgeng.
Terik matahari mulai mengganggu pandangan mata. Tapi hal itu
tidak mengeringkan semangat kami untuk bermain Games. Puas bermain main di Batu
Cinta, kami kembali naik perahu untuk beristirahat sejenak di pendopo
bambu yang sudah disediakan. Sebelum
acara santap siang,diselingi dengan acara perkenakan dulu dan sambutan dari
manajer NF Jabar 1 dan 4 , Pak Surali.
Setelah puas menyantap makan siang, dan manikmati panorama
Situ Patenggang yang membuat decak kagum, kami kembali naik Bus untuk
perjalanan menuju lokasi berikutnya. Tak memakan waktu lama untuk mencapai
tujuan kami selanjutnya,yaitu Ranca Upas. Ranca Upas lebih dikenal sebagai bumi
perkemahan. Selain itu, Ranca Upas juga memiliki keelokan dunia yaitu pemandian
air panas. Tak sabar rasanya kami untuk mencicipi air hangat kolam yang sedari
tadi tampak memanggil manggil kami.
Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 04.00 sore. Waktunya
kami untuk segera kembali ke Bus dan melakukan perjalanan pulang. Terasa begitu
singkat. Kalau bisa menghentikan waktu, ingin sekali kuhentikan. Karena
perjalanan ini begitu menyenangkan. Tidak ada batas di antara kami. Semua
sangat menikmati dan penuh keriangan.
Waktu terus berjalan, bus yang kami tumpangi pun perlahan
lahan meninggalkan Ranca Upas. Sepanjang perjalanan, seruang memori di kepala
akan kami kosongkan dan akan diisi dengan kenangan tak terlupakan Rihlah Nurul
Fikri.
Semoga Rihlah ini semakin mempererat tali persaudaraan,
menambah kecintaan kami terhadap lembaga yang sangat luar biasa ini. Nurul
Fikri. Aamin
Penulis : Ollie Maulidzi
Posting Komentar
Terima Kasih